Selamat kepada Para Pemenang ATI Award 2022
Mengambil topik “Sakralitas, Ritual, dan Transformasi: Mempublikkan Liturgi, Membumikan Iman” yang juga merupakan tema Annual Meeting 2022, ATI Award dianugerahkan kepada 6 (enam) artikel yang berfokus pada tema liturgi yang didedah secara historis, biblis, sistematis, praktis, atau secara interdisiliner dengan ilmu-ilmu lain seperti sosiologi, psikologi, studi pos/dekolonial, gender, dan sebagainya. ATI Award dianugerahkan berdasarkan topik dan mekanisme penjurian yang ditentukan oleh Badan Pengurus aktif, dan seluruh artikel terpilih akan diproses untuk publikasi Asosiasi Teolog Indonesia.
Berikut adalah para pemenang ATI Award 2022.
Buce Alexander Ranboki
Gereja Masehi Injili di Timor
“Menyadap Lontar, Memohonkan Sembah: Dimensi Sosio-kultural dan Teologis-liturgis di Jemaat Tuaheli, Desa Kiubaat – NTT”
Ranboki mengusulkan sebuah imajinasi mengenai liturgi, yakni sebagai suatu media untuk bertemu Allah, di dalam aktivitas kultural penyadapan lontar. Aktivitas penyadapan lontar, dengan demikian, tidak hanya dapat dilihat sebatas aktivitas pencarian uang belaka, namun juga suatu kegiatan yang sakral. Ia juga mengusulkan bagaimana aktivitas liturgi gereja pun dapat mulai diintegrasikan dengan aktivitas kebudayaan lokal ini. Dengan demikian, liturgi gereja, mempunyai nilai misioner sekaligus merangkul lokalitas.
(Suntingan Tim Juri)
Jessica Layantara
Universitas Pelita Harapan
“Ritual Rekognisi: Teori Rekognisi Axel Honneth dan Hubungannya dengan Ritual Transformatif bagi Perempuan Kristen Korban Kekerasan Seksual”
Layantara mengulas tema kekerasan dan keberterimaan korban kekerasan dari teori rekognisi Axel Honneth, seorang filsuf asal Jerman, dan teori ritual transformasi Tom F. Driver, seorang teolog asal Amerika Serikat. Berdasarkan dua gagasan tersebut, Ia menukas bahwa ritual rekognisi diperlukan untuk memulihkan keberterimaan korban kekerasan dalam sebuah komunitas.
(Suntingan Tim Juri)
Minggus M. Pranoto
Sekolah Tinggi Teologia Abdiel
“Dari Liturgi ke Moralitas Publik di Ruang Politik: Tinjauan Kritis Apresiatif dan Korektif Liturgi Pentakostal-Karismatik”
Tulisan ini bertujuan untuk mengapresiasi dan mengoreksi secara kritis liturgi ibadah penyembahan Pentakostal-Karismatik, khususnya di gereja-gereja Pentakostal-Karismatik dalam konteks Indonesia. Koreksi secara kritis ditujukan untuk mendekonstruksi dan sekaligus mengkonstruksi pemahaman-pemahaman yang terbatas akan konsep karunia Roh, eskatologi, orientasi spiritualitas dalam liturgi. Pada saat yang sama, penulis menekankan pentingnya pentakostalisme progresif yang perlu disertai dan bergerak ke arah pentakostalisme liberatif.
(Suntingan Tim Juri)
Putra Arliandy
Universitas Kristen Duta Wacana
“Kreativitas Tak Terduga sebagai Subjek dan Objek Ibadah: Perspektif Etis dan Ekologis dalam Pemikiran Gordon D. Kaufman dan Implikasinya bagi Teologi Ibadah Postmodern”
Artikel Arliandy berangkat dari kenyataan bahwa ?spiritualitas kepatuhan? teisme tradisional seringkali menyebabkan kreativitas dalam ibadah hanya dianggap sebagai variasi teknis semata. Meminjam pemikiran Gordon D. Kaufman yang memandang Tuhan sebagai kreativitas, Arliandy mengusung perspektif baru dalam menilai ibadah, termasuk ide bahwa ibadah adalah katalisator bagi gerak partisipatoris manusia kepada Sang Kreativitas Tak Terduga.
(Suntingan Tim Juri)
Rasid Rachman
STFT Jakarta
“Menyiarkan Teologi Melalui Nyanyian Jemaat”
Di artikel ini, Rachman memberikan suatu pemahaman segar bahwa pujian yang dinyanyikan pada ibadah-ibadah sejatinya pun dapat ditelisik bobot teologisnya. Setiap lagu mempunyai bobot historis-teologis, dan juga nilai kebudayaan yang dapat membuat jemaat dapat melihat sakralitas dari ibadah dan juga membawa diri kepada sang Khalik. Dengan demikian, nyanyian pada ibadah sejatinya tidak dapat direduksi hanya kepada nyanyian belaka, namun nilai dan bobot teologisnya pun dapat memperkaya pemahaman jemaat.
(Suntingan Tim Juri)
Shyanee Anabella &
Hansel Augustan
Sekolah Tinggi Teologia SAAT
“Allah dan Taman Bermain-Nya: Menemukan Elemen Bermain dalam Ibadah di Ruang Siber”
Melalui gagasan liturgi sebagai ruang bermain dari Frank Senn, artikel Anabella dan Augustan mencoba untuk membaca ulang ibadah dalam ruang siber. Dengan cukup berhati-hati, mereka menggagas ibadah dalam ruang siber sebagai arena bermain. Lima hal diusulkan, termasuk ide bahwa ibadah siber mengandung kebebasan seseorang untuk berpartisipasi dan ibadah siber sebagai perluasan ruang fisik yang terbatas. Dalam perspektif bermain, ibadah siber mampu menciptakan persekutuan yang lestari.
(Suntingan Tim Juri)
Mengenai kesempatan penelitian dan mendapatkan award, lihat laman Grant and Award.
Untuk kegiatan ATI berikutnya, kunjungi laman Meeting.
Leave a Reply